H-1 : Siraman

8 06 2009

Halo semuaaaaaaaa…..

Maaf baru bisa update sekarang nih… Maklum yaa abis acara, langsung ribet ada pesanan kue dadakan, pegi kesana dan kesono, menyesuaikan diri dengan status baru, dsb.. walah ribet deh… Jadi baru sempat update hari ini. Maafkan yaaa…

Acara nikahanku temanya “White, Simple & Romantic” tapi teuteup harus pakai adat Jogjakarta, jadi seluruh prosesi acara ya pake adat jawa gitu deh.. Aku sih tadinya ga mau cuma untuk menghormati orang tua yowislach… Dannn setelah menunggu sekian lama, hari H sudah mulai dekat dan persiapan alhamdulillah sudah rapi semua. Jadi saya akan bercerita tentang Prosesinya yaa… akan saya bagi beberapa tulisan dan mudah-mudahan gambarnya komplit hehe… (malas resize soalnya hohoho…)

Acara Pengajian dan Siraman

Sebagai wujud syukur dan sebagai awalan untuk memulai acara, maka diadakan acara pengajian selain untuk berdo’a agar acara ini berjalan dengan lancar juga untuk mengundang secara lisan ibu-ibu pengajian yang datang karena mungkin ada yang belum diundang via undangan resmi.

Pengajian diadakan pada hari Jumat tgl 24 April 2009 Pukul 13.00WIB dipimpin oleh Ibu Ketua Pengajiannya ibuku. Diawali dengan hentakan rebana dari ibu pengajian yang aku sendiri ga tau klo ada acara rebana ini xixixi… yg atur ibuku soalnya ga tanya2 pula acaranya apa aja xixi.. Oh ya yang ngaji ada ibu guruku waktu aku SD loch. senangnyaa.. 😀 Aku tidak ikutan ngaji didepan tapi dikamar aja sambil ikutan ngaji juga sama ibu2 yang kumpul didepan rumah. Lalu setelah acara pengajian selesai aku dipanggil keluar dan salaman dengan smua undangan. Ibu ada didepan bawa parfum yg buat disemprotin ke baju ibu2 yg datang. Pada kaget pas disemprotin xixi… Lalu setelah smua tamu undangan disalamin langsung ke acara Siraman (maaf ya foto yg pengajian tidak ditampilkan karena itu masalah malas resize hehe…)

Siraman…..

Acara ini sebetulnya tidak wajib ada, akan tetapi karena ingin mengikuti seluruh prosesi adat jawa jadinya ya gitu deh… :p Setelah acara pengajian selesai lalu dimulai upacara adat siraman. Pertama2 pasang balaketepe dan tuwuhan… (nah loch apaan nih??) yang belum ngerti atau ada capeng mau pake adat jawa ini nih artinya (dapat blognya mba Anggraini Widjanarti, Thx ya mbaa infonya)

Makna Upacara Pasang Blaketepe dan tuwuhan :

Merupakan tradisi membuat ’blaketepe’ atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh resepsi manton. Tatacara ini mengambil ’wewarah’ atau ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja-raja Mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan anaknya Dewi Nawangsih dengan Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng membuat peneduh dari anyaman daun kelapa. Hal itu dilakukan karena rumah Ki Ageng yang kecil tidak dapay memuat semua tamu, sehingga tamu yang diluar rumah diteduhi dengan payon daun kelapa itu. Dengan diberi ’payon’ itu ruang yang dipergunakan untuk para tamu Agung menjadi luas dan menampung seluruh tamu. Kemudian payon dari daun kelapa itu disebut ’tarub’, berasal dari nama orang uang pertama membuatnya. Tatacara memasang tarub adalah bapak naik tangga sedangkan ibu memgangi tangga sambil membantu memberikan ’blaketepe’ (anyaman daun kepala). Tatacara ini menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom keluarga

Tuwuhan mengandung arti suatu harapan kepada anak uang dijodohkan dapat memperoleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah keluarga .

Tuwuhan terdiri dari :

Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak : Maksud dipilih pisang yang sudah masak adalah diharapkan pasangan yang akan menikah telah memiliki pemikiran dewasa atau telah masak. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan seperti raja.

Tebu wulung : berwarna merah tua sebagai gambaran tuk-ing memanis atau sumber rasa manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh yang selalu beryindak dengan ’kewicaksanaan’ atau kebijakan

Cengkir Gadhing : Merupakan simbol dari kandungan tempat jabang bayi atau lambang keturunan.

Daun randu dan pari sewuli : Randu melambangkan sandang, sedangkan pari melambangkan pangan. Sehingga hal itu bermakna agar kedua mempelai selalu tercukupi sandang dan pangannya.

Godhong apa-apa (bermacam-macam dedaunan) : Seperti daun beringin yang melambangkan pengayoman, rumput alang-alang dengan harapan terbebas dari segala halangan.

Pas pasang beleketepe, si bapak karena pake kain agak susah naik ke bangku jadinya dibantuin ma pakde untuk masangnya. Lalu tuwuhannya itu loch keren deh.. pisangnya dapat yg gede2 banget dan mateng wah senangnya..  Setelah acara pasang beleketepe dan tuwuhan selesai aku lalu digiring dan disuruh duduk ditempat acara (emak sapi apa digiring xixi). Lokasi tempat acara siraman diatas kolam ikanku hehe.. Jadi karena rumahku ini mungil kolam ikan leleku ditutup sama bapak pake kayu dan jadi deh itu tempat untuk siraman. Dekorasi aku baru liat pas acara, karena ga boleh keluar kamar dari pagi. Pas liat hwaaa bagus euy… buatan tanteku dan teman2nya (ibu Waluyo klo ga salah) bunga2nya asli semua dan sesuai dengan yang aku mau. Banyak bunga warna putih untuk menyesuaikan tema dan emang aku suka warna itu. ^_^

Untuk prosesi acara siraman dimulai dari ibu perias yang mengguyur badanku.. bee dinginnnnnnn.. Oh ya aku pake jasanya Ibu Eni atau Sanggar Rias Matendra, asyik banget si ibu ini. Dari awal kita ketemu sampe hari H komunikatif sekali. Alhamdulillah beliau bisa kita sewa untuk acara ini, soalnya beliau ini laris manis loch. Banyak yang dah pake jasanya dan sukses semua. Mudah-mudahan sama yaa aminnn.. Aku ga perlu banyak nulis yaa smua aku tampilin dalam bentuk gambar aja yaa hehe…

Setelah acara Siraman aku digendong sama bapak dan masuk kedalam untuk mandi beneran dan didandanin lagi. Tapi didepan masih ada acara lagi yaitu dodol dawet. Yang jualan ibu dan bpkku, kedengerannya seru yang beli dan dapat banyak tuch hehe… Pas didandanin itu ada yang ilang euy apa yoo.. alisku.. hwaaaaaa aneh deh.. (aku ga mau sebetulnya tapi apa daya.. ihks.. ihks..) cerita selanjutnya di judul yang lain yaa 😀

Makna Siraman dan Jual Dawet :

Siraman dilaksanakan untuk menyucikan diri dan juga membuang segala kejelekan Calon Pengantin yang ada, agar calon pengantin dapat memulai hidup baru dengan hati yang bersih dan suci. Siraman dilakukan oleh 9 orang sesepuh termasuk sang Ayah. Jumlah sembilan tersebut menurut budaya Keraton Surakarta untuk mengenang keluhuran Wali Sanga, yang bermakna manunggalnya Jawa dengan Islam. Selain itu angka sembilan juga bermakna ’babahan hawa sanga’ yang harus dikendalikan.

Jual Dawet diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambang kebulatan kehendak orang tua untuk menjodohkan anak. Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan ’kreweng’ (pecahan genting) bukan dengan uang. Hal itu menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalh ibu sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri, harus saling membantu. Mengapa Dawet? Konon katanya supaya tamu yg nantinya datang kemeruyuk seperti dawet, rejeki CPP dan CPW dalam rumah tangga kemeruwet kayak dawet dan hidupnya manis seperti dawet.

Nah yang diatas itu makna dari acara siraman dan dodol dawet. Dalemkan hehe… Mengenai acara adat.. buat aku pastinya seru.. dan aku nikmatin aja smuanya. Kapan lagi gitu loch hehe… Buat teman2 yang mau pake acara adat, ga masalah untuk diikutin kuncinya ikhlas dan sabar aja… 😀


Actions

Information

Leave a comment